Pesawat CN-235 Militer
Momentum ini harus dijaga terus dan ditingkatkan sebagai kebanggaan atas kemampuan teknologi sendiri. Jangan sampai karya insinyur Indonesia ini dijegal justru oleh orang Indonesia sendiri, (biasa) para ekonom-ekonom Pemerintah yang sering menganggap karya bangsa sendiri sebagai terlalu mahal dan hanya buang-buang uang saja untuk riset. Inilah musuh yang sebenarnya. Waspadailah kawan-kawan insinyur Indonesia.
Roket RX-420
Meski sudah berlangsung 2 pekan yang lalu, peluncuran roket RX-420 Lapan ternyata masih jadi buah bibir. Anehnya bukan jadi buah bibir di Indonesia yang lebih senang cerita Pilpres, tetapi di Australia, Singapura, dan juga Malaysia.
Seperti diketahui roket RX-420 ini menggunakan propelan yang dapat memberikan daya dorong lebih besar sehingga mencapai 4 kali kecepatan suara. Hal itu membuat daya jelajahnya mencapai 100 km. Bahkan bisa mencapai 190 km bila struktur roket bisa dibuat lebih ringan. Yang punya nilai tambah tinggi ini adalah 100% hasil karya anak bangsa, para insinyur Indonesia. Begitu pula semua komponen roket-roket balistik dan kendali dikembangkan sendiri di dalam negeri, termasuk software. Hanya komponen subsistem mikroprosesor yang masih diimpor.
Anggaran yang dikeluarkan untuk peluncurannya pun “cuma” Rp 1 milyar. Kalah jauh dengan yang dikorupsi para anggota DPR untuk traveller, cek pemenangan Miranda Gultom sebagai Deputi Senior Gubernur BI yang lebih dari Rp 50 milyar, apalagi kalau dibandingkan dengan korupsi BLBI yang lebih dari Rp 700 trilyun.
Mengapa malah menjadi buah bibir di Australia, Singapura, dan Malaysia?
Karena keberhasilan peluncuran roket Indonesia ini ke depan akan membawa Indonesia mampu mendorong dan mengantarkan satelit Indonesia bernama "Nano Satellite" sejauh 3.600 km ke angkasa. Satelit Indonesia ini nanti akan berada pada ketinggian 300 km dan kecepatan 7,8 km per detik. Bila ini terlaksana Indonesia akan menjadi negara yang bisa menerbangkan satelit sendiri dengan produk buatan sendiri. Indonesia dengan demikian akan masuk member "Asian Satellite Club" bersama Cina, Korea Utara, India, dan Iran.
Nah kekhawatiran Australia, Singapura, dan Malaysia ini masuk akal, bukan? Kalau saja Indonesia mampu mendorong satelit sampai 3.600 km untuk keperluan damai atau keperluan macam-macam tergantung kesepakatan rakyat Indonesia. Maka otomatis pekerjaan ecek-ecek bagi Indonesia untuk mampu meluncurkan roket sejauh 190 km untuk keperluan militer bakal sangat mengancam mereka sekarang ini pun juga. Bahwa mitos ada musuh dari utara yakni Indonesia itu memang bukan sekedar mitos, tetapi sungguh ancaman nyata di masa depan.
CN-235 Versi Militer
Rupanya Australia, Singapura, dan Malaysia sudah lama menyaksikan kehebatan insinyur-insinyur Indonesia. Buktinya? Tidak hanya gentar dengan roket RX-420 Lapan, tetapi mereka sekarang sedang mencermati pengembangan lebih jauh dari CN-235 versi Militer buatan PT. DI. Juga mencermati perkembangan PT. PAL yang sudah siap dan mampu membuat kapal selam asal dapat kepercayaan penuh dan dukungan dana dari pemerintah.
CN-235 adalah pesawat angkut jarak sedang dengan dua mesin turbo-prop. Pesawat ini dikembangkan bersama-sama antara CASA di Spanyol and IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia) sebagai pesawat terbang regional dan angkut militer. Versi militer CN-235 termasuk patroli maritim, surveillance dan angkut pasukan.
CN-235 diluncurkan sebagai kerjasama antara CASA dan IPTN. Kedua perusahaan ini membentuk perusahaan Airtech company untuk menjalankan program pembuatan CN-235. Desain dan produksi dibagi rata antara kedua perusahaan. Kerjasama hanya dilakukan pada versi 10 dan 100/110. Versi-versi berikutnya dikembangankan secara terpisah oleh masing-masing perusahaan.
Desain awal CN-235 dimulai pada Januari 1980, purnarupa pesawat terbang perdana pada 11 November 1983. Sertifikasi Spanyol dan Indonesia didapat pada tanggal 20 Juni 1986. Pesawat produksi terbang pertama pada 19 August 1986. FAA type approval didapat pada tanggal 3 Desemebr 1986 sebelum akhirnya terbang pertama untuk pembeli pesawat pada tanggal 1 Maret 1988.
Pada tahun 1995, CASA meluncurkan CN-235 yang diperpanjang, C-295
Penjaga Pantai Amerika Serikat / U.S. Coast Guard membeli CN-235 (diberi kode HC-144A) di bawah program pesawat maritim jarak sedang (MRSMPA).
Pesawat HC-144A pertama dikirim EADS CASA ke Lockheed Martin untuk dipasang alat-alat untuk misi maritim pada bulan December 2006.
Pada bulan Agustus 2006, 3 CASA CN-235-10 masih terbang, dua dengan Safair dan satu Tiko Air, kedua-duanya di Afrika.
Asian Spirit juga mengoperasikan CN-235-220 di Filipina (informasi bulan June/July 2007).
Irish Air Corps mengoperasikan dua buah 2 CN-235 untuk patroli maritim.
Variant CN-235
* CN-235-10: Versi awal produksi (15 dibuat oleh masing-masing perusahaan), dengan mesin GE CT7-7A.
* CN-235-100/110: Pada dasarnya seri 10, tetapi menggunakan mesin GE CT7-9C dan nacelles komposit; menggantikan Seri 10 di tahun 1988 sejak produksi ke 31. Seri 100 adalah buatan Spanyol, seri 110 adalah buatan Indonesia, dengan sistem lingkungan, peringatan, dan elektris yang lebih baik.
* CN-235-200/220: Versi yang ditingkatkan. Penguatan struktur untuk mengakomodasi operating weights yang lebih berat, aerodinamis yang lebih baik di leading-edges sayap dan rudder, landasan yang lebih pendek dan peningkatan jarak terbang dengan muatan maksimum. Seri 200 adalah buatan Spanyol, Seri 220 adalah buatan Indonesia.
* CN-235-300: Modifikasi Seri 200/220 oleh CASA dengan menggunakan perangkat avionics Honeywell. Perubahan yang lain mencakup tekanan udara di dalam pesawat yang lebih baik dan menyediakan ruang untuk dua nosewheel.
* CN-235-330 Phoenix: Modifikasi Seri 200/220 oleh IPTN dengan menggunakan perangkat avionics Honeywell ARL-2002 EW dan 16.800 kg/37.037 lb MTOW. Pesawat ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan Project Air 5190 untuk pesawat angkut taktis Angkatan Udara Australia. Program CN-235-330 dibatalkan pada tahun 1998 karena masalah keuangan.
CN-235 MPA: Versi patroli maritim
Perseteruan Dalam Negeri
Kalau para ekonom Indonesia antek-antek World Bank dan IMF menyebut pesawat-pesawat buatan PT. DI ini terlalu mahal dan menyedot investasi terlalu banyak (“cuma” Rp 30 trilun untuk infrastruktur total, SDM, dan lain-lain) dan hanya jadi mainannya BJ Habibie. Tetapi mengapa Korea Selatan dan Turki mengaguminya setengah mati? Turki dan Korsel adalah pemakai setia CN-235 terutama versi militer sebagai yang terbaik di kelasnya. Inovasi 40 insinyur-insinyur Indonesia pada CN-235 versi militer ini adalah penambahan persenjataan lengkap seperti rudal dan teknologi radar yang dapat mendeteksi dan melumpuhkan kapal selam. Jadi kalau mengawal Ambalat cukup ditambah satu saja CN-235 versi militer (disamping armada TNI AL dan pasukan Marinir yang ada) untuk mengusir kapal selam dan kapal perang lainnya dari perairan Indonesia.
Nah, jadi musuh yang sebenarnya ada di Indonesia sendiri. Yakni watak orang Indonesia yang tidak mau melihat orang Indonesia sendiri berhasil. Karya insinyur-insinyur Indonesia yang hebat dalam membuat alutsista dibilangin orang Indonesia sendiri, terutama para ekonom pro Amerika Serikat dan Eropa: “Mending beli langsung dari Amerika Serikat dan Eropa karena harganya lebih murah”. Mereka tidak berpikir jauh ke depan bagaimana Indonesia akan terus tergantung di bidang teknologi, Indonesia hanya akan menjadi konsumen teknologi dengan membayarnya sangat mahal terus menerus sampai kiamat tiba.
Kalau ada kekurangan yang terjadi dengan industri karya bangsa sendiri, harus dinilai lebih fair dan segera diperbaiki bersama-sama. Misalnya, para ahli pemasaran atau sarjana-sarjana ekonomi harus diikutsertakan dalam team work. Sehingga insinyur-insinyur itu tidak hanya pinter produksi sebuah pesawat, tetapi setidaknya tahu bagaimana menjual sebuah pesawat itu berbeda dengan menjual sebuah Honda Jazz. Kalau ada kendala dalam pengadaan Kredit Ekspor sebagai salah satu bentuk pembayaran, tolong dipecahkan dan didukung oleh dunia perbankan, agar jualan produk sendiri bisa optimal karena akan menarik bagi calon pembeli asing yang tak bisa bayar cash.
sumber :http://sidiqfauzan.blogspot.com/2012/01/roket-dan-pesawat-buatan-indonesia.html