Beginilah keadaan kota Bandung. Sudah 1 bulan terakhir hujan terus menyapa kota ini. Hujan yang turun begitu deras membuat aktivitas orang-orang menjadi terganggu. Namun, Tuhan itu maha adil. Ia tak pernah lupa memberikan anugerah dibaliknya. Tuhan selalu menyajikan keindahan bagi setiap umatnya. Salah satu keindahan itu adalah “pelangi”.
Pelangi sering sekali muncul dipenghujung hujan sore hari. Warna-warnanya memberikan ketenangan bagi sebagian orang yang memang mengaguminya. Begitupun dengan gadis manis yang tengah duduk bersama sahabatnya di bawah naungan atap jerami. Pondok kecil yang sengaja dibangun di bawah pohon besar oleh kedua ayah mereka. Tempat itu mereka jadikan sebagai tempat tinggal mereka yang kedua. Di pondok itulah mereka sering habiskan waktu luang bersama.
Mario Stevano Aditya Haling dan Alyssa Saufika Umari. Mereka adalah dua orang yang begitu dekat. Mereka sudah bersahabat sejak duduk di kelas 2 SD. Bahkan sampai sekarang mereka duduk di kelas 3 SMA, persahabatan itu masih kokoh terjalin. Dan tahun ini merupakan tahun terakhir mereka bersekolah di SMA.
Di dalam pondok kecil itu, mereka tengah asik menikmati hujan yang turun begitu tenang sambil sesekali bercanda.
Mario, atau yang lebih akrab disapa dengan sebutan Rio ini, tengah asik memandangi sosok gadis di sampingnya. Gadis itu adalah Alyssa, atau yang lebih dikenal dengan Ify.
“Eh, kenapa Yo? Kok ngeliatinnya gitu?” tanya Ify yang sadar Rio tengah memperhatikannya.
“Gak kok. Gue suka ngeliatin Lo. Apalagi setiap Lo lagi nengok ke langit. Manis” jawab Rio sambil tetap memandangi Ify.
Ify merasakan pipinya panas. Jantungnya berdetak begitu cepat. Ia mengalihkan pandangannya dari mata Rio.
“Yo, liat keluar deh. Pelanginya sudah muncul” seru Ify mengalihkan topik pembicaraan.
Rio yang merasakan perubahan dari sikap Ify hanya tersenyum. Kemudian ia berdiri, mengikuti arah pandangan Ify.
“Tetep cantik” ucap Rio sambil terus menatap pelangi lewat jendela kecil yang sengaja dibangun langsung menghadap ke langit.
“Iya, selamanya akan tetep cantik” balas Ify menanggapi.
“Fy, kira-kira besok pelanginya masih muncul gak ya?” tanya Rio tanpa mengalihkan pandangannya dari langit.
“Semoga aja” jawab Ify singkat.
“Gue berharap masih bisa liat pelangi sama Lo, Fy. Gue takut gak bisa liat keindahannya lagi” ucap Rio. Nada suaranya terdengar begitu memilukan.
“Lo ngomong apa sih? Kita pasti bisa liat pelangi itu besok, dan besoknya lagi. Gue sama Lo, kita berdua akan sama-sama ngeliatnya. Selamanya” ucap Ify mantap.
Rio menoleh dan tersenyum ke arah Ify.
“Lo ngaco Fy. Kalau besok gak hujan, mana bisa pelangi muncul. Dan kalaupun besok turun hujan, gak pasti juga kan bakal ada pelangi” balas Rio sambil tertawa.
“Habisnya Lo ngomong kayak gitu. Gue takut dengernya”
“Takut kenapa Fy?”
Ify menoleh ke arah Rio.
“Gue takut kalau nanti Gue ngeliat pelangi, Lo gak ada di samping Gue. Gue gak mau ngeliat pelangi sendirian” kata Ify sambil menatap ke dalam mata Rio.
“Gue juga. Tapi, cuma takdir yang bisa nentuin semuanya” balas Rio.
“Fy, pulang yuk. Ayah Lo ntar nyariin. Gue juga mau pulang nih, takut ayah marah” lanjut Rio. Ify hanya mengangguk.
***
Hari ini adalah hari Minggu. Seperti biasa Ify dan Rio berjalan-jalan sore dengan menggunakan sepeda. Kegiatan itu sudah menjadi kebiasaan mereka sejak kecil. Dan karena itulah, mereka menyukai hari Minggu. Hari Minggu merupakan hari yang sangat mereka tunggu-tunggu.
“Yo, kenapa sih setiap Gue ajak Lo lari pagi, Lo gak mau?” tanya Ify ketika mereka sudah sampai di taman komplek perumahan.
“Gue sibuk Fy! Maaf ya” jawab Rio seadanya.
“Sibuk apa? Kok sibuk terus?” tanya Ify sedikit kesal.
“Gue kan mesti ke Gereja, Sayang!” kata Rio manja. Dengan jahilnya ia mencolek dagu runcing Ify.
“Ih, apaan sih. Pake sayang-sayang segala!” balas Ify seraya memukul pelan tangan Rio. Rio hanya terkekeh.
“Tapi bukannya Lo ke Gereja jam 10 ya? Gue kan ngajak lari pagi jam 7” tanya Ify lagi.
“Penasaran banget ya, Fy? Kepengen banget nih lari pagi sama Gue? Apa jangan-jangan Lo.....” Rio menatap Ify dengan tatapan menggoda dan senyum yang sengaja ia buat seakan mengejek.
“Ih, apaan sih! Udah deh. Lupain aja. Lo makin ngaco” balas Ify akhirnya.
“Pipinya merah tuh, Fy!” goda Rio lagi. Namun berhasil mendapat bogeman keras dari Ify. Yang kemudian mendarat tepat di atas kepalanya.
“Awwww!” jerit Rio seraya memegangi kepalanya.
“Sakit ahh Fy!” tambahnya lagi. Rio pun memanyunkan bibirnya.
“ihh,, Rio. Manyunnya lucu deh!” goda Ify seraya menyentil bibir manyun Rio. Dengan tampang tak berdosa, ia langsung berlari.
Tak terima dengan perlakuan Ify, Rio langsung mengejarnya. Dan akhirnya terjadi aksi kejar-kejaran antara Rio dan Ify selama kurang lebih 3 menit.
“Fy.. Hosh, hosh .. Udahan deh” kata Rio yang berhenti sambil memegangi perutnya karena kelelahan.
“Wah, Rio gak asik. Baru sebentar juga. Gue aja gak cape” ejek Ify.
“.....” Rio masih memegangi perutnya yang kesakitan.
“Yo, Lo kenapa? Muka Lo pucet!” tanya Ify khawatir. Sekarang ia sudah berdiri di samping Rio sambil memegangi punggung Rio yang tengah membungkuk.
“Gue capek, Fy. Perut Gue sakit” jawab Rio pelan.
“Yaudah. Kita istirahat dulu deh di bangku taman. Sini biar Gue bantu” Ify membantu Rio berjalan menuju bangku taman yang kebetulan letaknya tidak terlalu jauh dari tempat mereka berdiri tadi.
“Gimana Yo? Masih sakit?”
“Gak juga kok. Gara-gara Lo sih tadi larinya kekencengan!” balas Rio pura-pura kesal.
“Huh, maaf deh. Gue gak tau kalo Lo mudah capek. Soalnya dulu kan Lo paling suka main kejar-kejaran. Malahan gak perlu waktu lama buat Lo dapetin Guenya. Tapi kok sekarang Lo berubah ya? Cepet capek gitu. Lo lagi sakit ya, Yo?” Ify mencoba mengeluarkan sebagian unek-uneknya mengenai perubahan sikap dari sahabatnya selama ini.
Rio tak mengira Ify akan menyadari hal itu. Apa sikapnya begitu terlihat berubah di mata Ify?
“Gak semua orang bisa selalu kuat, Fy. Pasti ada waktunya dia jadi lemah dan gak berdaya. Bahkan yang lebih mengerikan daripada itu mungkin aja terjadi” kata Rio sambil memperhatikan kolam ikan yang berada di hadapan mereka saat itu.
“Yang lebih mengerikan???” tanya Ify tak mengerti. Rio menatap Ify sebentar kemudian mengangguk. Setelah itu matanya kembali menatap ke dalam kolam ikan. Seakan ia mendapati sesuatu yang tak biasa disana.
“Saat orang itu lagi kritis menjelang kematiannya” jawab Rio pelan tapi berhasil membuat Ify bingung untuk yang kesekian kalinya.
Ify merasa akhir-akhir ini Rio sering berbicara aneh. Meskipun sulit untuk dicerna dan dipahami olehnya, namun ia merasa inti dari ucapan Rio akhir-akhir ini adalah mengenai kematian. Ada apa dengan Rio? Apa hubungannya Rio dengan kematian? Ify tidak berani berpikiran telalu jauh. Ia tidak mau berpikiran negatif mengenai sahabatnya itu.
“Hmm, Yo. Pulang yuk. Udah sore” kata Ify mengalihkan pembicaraan. Rio hanya mengangguk.
“Gimana? Bisa bawa sepeda gak? Atau mau Gue boncengin?” tawar Ify lagi, sebelum mereka benar-benar meninggalkan taman komplek.
“Lo pikir Gue lemah banget apa?? Gue bisa sendiri kok, Ify Sayang! Gak usah terlalu khawatir gitu dong. Gue kan jadi terharu” jawab Rio jail sambil melayangkan senyum genitnya ke arah Ify.
“Rio !! Rese bener deh! Udah-udah, jangan ngomong lagi. Omongan Lo ngaco mulu” balas Ify yang mulai salah tingkah karena melihat senyum genit Rio yang menurutnya sangat manis dan berhasil membuat jantungnnya loncat-loncat saat itu.
“Hehe.. Iya deh iya. Gue gak tega liat pipi Lo merah gitu” goda Rio lagi.
“RIO !!!!!!!!!!!!!” Ify yang sangat malu saat itu, langsung mencubit perut Rio.
“Aww, pedes banget ini Fy. Lebih pedes dari sakit Gue yang tadi” celetuk Rio. Ify tidak menanggapinya. Ia malah beranjak pergi dan menaiki sepedanya.
“Daaadaaaah Rio, Ify duluan yaaaaa!!!!!” seru Ify yang sudah mengayuh sepedanya, meninggalkan Rio yang masih berdiri ditempat sambil bergumam tak jelas.
Menyadari Ify sudah pergi meninggalkannya, Rio langsung menaiki sepeda dan mengayuhnya dengan cepat.
“Ifyyyyyy !!!!!! Tunggu Rioooo !!!!!” panggil Rio sok manja.
Ify yang sudah berada cukup jauh di depan Rio, hanya berbalik dan menjulurkan lidahnya. Sedangkan Rio hanya memanyunkan bibirnya kemudian tertawa kecil.
Di perjalanan pulang, mereka habiskan waktu dengan mengobrol dan sesekali bercanda. Beruntung saat itu Rio sudah berhasil menyamakan jaraknya dengan Ify. Meskipun sebenarnya Ify yang sengaja mengurangi kecepatannya. Karena ia melihat Rio yang sudah kelelahan dan hampir jatuh karena kakinya tak sanggup mengayuh sepeda lebih cepat lagi.
***
Pagi ini seperti biasa Ify dan Rio berangkat sekolah bersama. Selain karena mereka tinggal di komplek yang sama, rumah mereka juga berdekatan. Nomor rumah Ify 12B, sedangkan Rio 14B. Karena itulah mereka berdua selalu berangkat bersama. Ify selalu menolak apabila ayahnya ingin mengantarnya, begitupun dengan Rio. Mereka selalu memberikan alasan yang sama kepada orang tua mereka. Dan kedua orang tua mereka pun tidak melarang. Mereka sangat percaya dengan Ify dan Rio.
Seperti halnya tadi pagi sebelum mereka pergi sekolah. Orang tua mereka menawarkan untuk mengantar mereka. Tapi dengan mantap mereka menolaknya.
@ Meja makan rumah Ify
“Fy, mau bareng Ayah? Kebetulan Ayah berangkat pagi” kata Ayah Ify sambil menuangkan susu coklat ke dalam cangkirnya.
“Gak, Yah! Ify sama Rio udah jadi pelanggan tetap sama Mang Imang, supir Bus di depan gerbang komplek” tolak Ify halus.
“Oh, Yasudah. Hati-hati ya, Fy” kata Ayah akhirnya.
@ Teras depan rumah Rio
“Yah, Rio berangkat ya!” pamit Rio pada ayahnya yang saat itu sedang membaca koran sambil menunggu Pak Iyan selesai mencuci mobil di halaman rumah.
“Loh, gak bareng Ayah Yo?” tanya ayah sembari melipat koran yang baru saja selesai ia baca.
“Gak, Yah! Rio sama Ify berangkat naik Bus. Mang Imang kan udah jadi pelanggan tetap kita” jawab Rio mantap.
“Yasudah kalau begitu. Tapi Kamu sudah sarapan kan tadi?” tanya ayah lagi.
“Sip Yah. Udah kok!” jawab Rio.
“Terus sudah Kamu bawa gak kotak sama botol....” belum sempat ayah melanjutkan ucapannya, Rio memotongnya.
“Sudah, Yah! Rio berangkat ya Yah. Udah ditunggu Ify” tanpa menunggu jawaban dari ayah, Rio langsung berlari keluar.
---
Ify dan Rio berjalan sambil sesekali bernyanyi bersama. Dan “Ya Sudahlah” merupakan salah satu lagu favorite mereka. Sambil bergandengan tangan mereka mulai bernyanyi.
“Hahahahaha” Ify dan Rio tertawa bersamaan.
“Makin bagus suara Lo, Yo!” puji Ify sambil menatap ke arah Rio.
“Woyadong, Mario gitu” balas Rio bangga.
“Wuuu.. Dasar!” balas Ify tak mau kalah.
“Haha, suara Lo kok makin cempreng ya, Fy?” ejek Rio. Ify melotot.
“Huh ! Bilang aja mau muji, tapi gengsi. Iya kan? wekk” Ify menjulurkan lidahnya.
“Haha.. Terserah Lo aja deh Fy. Tuh Bus nya udah nunggu. Buruan!” Rio langsung menarik tangan Ify. Ify yang ditarik-tarik hanya manyun dan mengumpat tak jelas.
***
“Fy, tumben Rio ikut gak makan di kantin? Biasanya kan dimana ada Lo pasti ada Rio” tanya Shilla sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kantin, mencari sosok Rio.
“Dia lagi ada rapat OSIS. Maklum kan ketos” jawab Ify sambil menyeruput es jeruknya.
“Haha.. Gak kesepian nih Fy ditinggal Rio?” goda Shilla.
“Yee.. Gak lah. Rio rese gitu masa dikangenin” balas Ify bergidik.
“Biar rese tapi Lo suka kan?” goda Shilla lagi.
“Ahh, Shilla!!!!” teriak Ify gemas.
“Hehe.. Iya deh, Iya.. By the way, Lo beneran gak ada rasa sedikitpun ya sama Rio? Rio kan cakep, keren, pinter, suaranya bagus lagi. Terus kalian kan udah sahabatan dari kecil. Kelihatannya Rio juga suka sama Lo” berondong Shilla.
Mendengar pertanyaan dan pernyataan Shilla barusan, Ify terdiam. Ia juga tidak tahu bagaimana perasaannya kepada Rio. Jujur sebenarnya Ify memang menyukai Rio sejak lama. Tapi ia tidak tahu makna dari rasa sukanya. Apakah itu cinta atau sekedar rasa kagum.
“Gak tau juga nih, Shil. Gue sendiri bingung” jawab Ify. Matanya terlihat sedang menerawang seakan mencari kepastian untuk ucapannya tadi.
TEEET.. TEEET.. TEEET
Bel pertanda waktu istirahat berakhir berbunyi. Semua murid berlarian menuju kelasnya masing-masing. Dan dalam waktu kurang dari 3 menit, suasana kantin yang tadinya ramai, sekarang berubah menjadi tempat yang begitu sepi. Ify dan Shilla pun sudah beranjak dari tempat mereka.
***
Kegiatan sekolah sudah berakhir 10 menit yang lalu. Ify berniat menunggu Rio di halaman depan sekolah. Namun sudah 5 menit Ify menunggu, tapi Rio belum juga menampakkan batang hidungnya. Karena kesal, akhirnya Ify beranjak pergi ke kelas Rio. Berharap semoga Rio ada disana.
“Cakka!!” panggil Ify setelah melihat Cakka keluar dari kelasnya yang kebetulan juga merupakan kelas Rio.
“Kenapa Fy?” sahut Cakka yang sekarang sudah berada tepat di depan Ify.
“Lo liat Rio gak?” tanya Ify to the point.
“Rio?? Tadi dia langsung keluar waktu bel bunyi. Gak tau deh kemana. Tapi setau Gue sih Rio itu pasti ke toilet sebelum pulang sekolah. Mending coba Lo cari disana. Kali aja ada” jawab Cakka.
“Oh, Ok. Thanks ya, Cak”
“Yap. Sama-sama”
Tanpa berpikir lagi, Ify langsung berlari menuju toilet laki-laki yang letaknya tak begitu jauh dari kelas Ify.
Sesampainya di depan toilet, Ify bertemu dengan Alvin, sahabat dekat Rio. Kebetulan tadi Alvin baru keluar dari toilet. Dan entah kenapa, Ify sekilas mencium bau obat bersamaan ketika Alvin keluar tadi.
‘Bau obat? Ah, bodo ahh’ pikir Ify.
“Vin, Lo liat Rio gak di dalem?” tanya Ify.
“Ada kok di dalem. Tapi Lo gak usah masuk, tunggu disini aja” jawab Alvin.
“Loh ?? Emang kenapa?” tanya Ify lagi.
“Yeee.. Lo mau masuk toilet cowok?”
‘Oh, iya ya. Bego Gue’ batin Ify merutuki dirinya sendiri.
“Hehe.. Iya Gue lupa. Yaudah deh. Emang Rio ngapain sih di dalem?” tanya Ify yang masih penasaran.
“Lo tanya aja sama Rionya sendiri” jawab Alvin santai.
“Gue duluan ya, Fy. Bye!” lanjutnya, kemudian berlalu meninggalkan Ify yang sudah manyun ditempat.
“Huh, dasar. Temen-temen Rio pada sok cool semua” umpat Ify kesal.
Tak lama setelah Alvin pergi, Rio keluar dari tempat persembunyiannya (?). Melihat Ify yang sedang bergumam tak jelas, Rio langsung mendekatinya dan menyapanya.
“Woy. Ngapain disini?” kaget Rio.
“Ah, Rio Rese!! Upsss” latah Ify. Sontak ia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
“Ciee, latah aja sempet nyebut nama Gue. Gue tau kok Fy kalo Gue itu ngangenin! Tapi jangan segitunya juga dong. Gue kan malu!” ucap Rio narsis. Ify yang mendengarnya hanya bergidik.
“Ihhhh.. Najong banget deh, Yo!” balas Ify.
“Huh!! Eh ngapain Lo disini?” Rio mengulangi pertanyaannya.
“Menurut Lo Gue mau ngapain? Bukannya Lo yang tadi pagi ngajak pulang bareng? Gue sampe jamuran tau nunggunya. Gue nunggu Lo di halaman depan, tapi Lo nya gak muncul-muncul. Terus Gue tanya Cakka, katanya Lo di toilet. Terus barusan Gue ketemu Alvin, si cowok yang sok cool. Kayak orang bego Gue nunggu Lo!” celoteh Ify panjang kali lebar (?).
Rio hanya menahan tawa mendengar celotehan Ify. Sebenarnya hal yang sangat disukai Rio adalah ketika melihat Ify berperilaku seperti tadi. Saat Ify berceloteh, saat Ify marah-marah, saat Ify cerewet, dan saat Ify manyun. Di mata Rio, melihat semua itu merupakan kesenangan tersendiri untuknya. Dan hal itu juga yang membuat Rio tidak ingin mengakhiri hari-harinya tanpa Ify.
“Lo dengerin Gue gak sih?” seru Ify yang melihat Rio senyum-senyum sendiri.
Rio tersadar dari lamunannya.
“Eh, iya iya. Gue denger. Yaudah,Fy. Pulang yuk!” ajak Rio. Ify hanya menatap Rio bingung. Namun, akhirnya ia menurut dan mengekor Rio di belakang.
***
“Kak Rio! Bantu Acha ngerjain PR dong” panggil Acha, adik Rio.
“Kakak!” panggil Acha lagi sambil mengetuk pintu kamar Rio dari luar. Namun, tak ada jawaban dari Rio.
“Kak Rio!” panggil Acha untuk yang kesekian kalinya.
Perasaan Acha mulai tidak enak. Ia mengetuk pintu kamar kakaknya itu lebih keras lagi. Namun, tetap tidak mendapat jawaban dari si empunya kamar. Dengan segenap keberaniannya, Acha menggerakkan tangannya ke gagang pintu dan membukanya.
“Gak dikunci” gumam Acha pelan.
Setelah berhasil masuk, Acha mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru kamar untuk mencari sosok Rio. Perasaan Acha semakin tidak enak. Berkali-kali ia memanggil nama kakaknya itu.
Setelah berjalan dan sampai di samping tempat tidur, Acha terkejut. Matanya membelalak, jantungnya berdegup sangat kencang, air matanya seakan ingin sekali menetes. Acha tak kuasa melihat apa yang sekarang ada di hadapannya.
Rio tersungkur tak berdaya di samping bawah tempat tidur. Darah yang masih segar mengalir dari hidungnya. Kaki Acha lemas seketika. Tak mampu menahan beban tubuhya, akhirnya ia menjatuhkan tubuhnya hingga terduduk di lantai. Dengan lirih ia memanggil nama kakaknya itu.
“Kak.... Kak Rio, bangun Kak!” panggil Acha seraya menggerakkan tangan Rio yang dingin.
Tak ada jawaban dari Rio.
“AYAH!!!!!” teriakan Acha pecah. Suaranya terdengar bergetar.
***
Matahari pagi kembali menampakkan kehadiran dan sinarnya. Cahayanya menerobos masuk ke dalam ruangan bercat putih. Dua orang, satu pria dan satu wanita yang saat itu mengenakan pakaian serba putih semakin membuat kontras. Suasana pagi di wilayah itu sudah cukup ramai. Beberapa wanita yang juga berpakaian serba putih berjalan sambil mendorong sesuatu. Bau rumah sakit semakin tercium nyata.
“Arggghhh!” erang seseorang yang baru saja terbangun dari tidur nyenyaknya.
“Dok, pasien sadar!” seru wanita yang ternyata seorang suster kepada atasannya.
Dokter pun menghampiri dan memeriksa keadaan pasien yang baru sadar itu.
“Rio? Sudah merasa baikan?” tanya Dokter itu ramah.
“Dokter Bayu... Hm, iya Dok. Saya nginep disini lagi ya Dok?” jawab dan tanya Rio.
“Iya, kamu sudah hampir 1 bulan tidak sadarkan diri” ujar Dokter yang ternyata bernama Dokter Bayu itu.
“Oh ya? Ayah, Mama, Acha dimana Dok?” tanya Rio lagi.
“Mereka baru saja pulang”
“oh” balas Rio singkat.
“Yasudah. Dokter tinggal dulu ya, Yo! Masih ada kerjaan” ujar Dokter Bayu.
“Baik, Dok. Terima kasih” balas Rio sambil tersenyum.
Tak lama setelah Dokter berlalu, Alvin datang.
“Hai, Yo! Gimana keadaan Lo?” tanya Alvin langsung.
“Baik kok. Lo gak sekolah?”
“Yee.. Dasar pikun Lo. Kelamaan tidur sih, jadi lupa hari. Ini kan hari Minggu dodol!” jawab Alvin yang sekarang sudah duduk di kursi samping tempat tidur Rio.
“Hahaha.. Lupa Gue, Bro! Oh ya, Lo gak bilang Ify atau yang lain kan?” tanya Rio.
“Gak kok” jawab Alvin singkat.
“Bagus deh!”
“Yo, sampai kapan sih Lo mau bohongin mereka? Terutama Ify. Lo gak tega?”
“Habis mau gimana lagi Vin? Gue gak mau mereka khawatir. Dan Ify, Gue gak mau dia sedih” jawab Rio.
“Tapi, Yo. Cepet atau lambat Ify harus tau” ujar Alvin lagi.
“Iya Gue tau kok. Gue pasti kasih tau Ify. Tapi gak sekarang” balas Rio. Matanya menerawang ke langit-langit kamar rumah sakit.
Alvin hanya diam mendengar ucapan Rio. Ia bingung harus berkata apa lagi untuk meyakinkan sahabat baiknya itu.
“Penyakit ini sudah makin parah, Vin. Gue takut bakal ninggalin semua orang-orang yang Gue sayang” ucap Rio pelan.
“Lo gak akan ninggalin kita Yo. Lo harus semangat. Lo pasti sembuh” Alvin berusaha menyemangati Rio.
“Gak akan ada harapan lagi Vin. Gue juga udah cape banget sama penyakit ini. Jantung Gue udah digerogotin, sampai buat berdetak sekali aja susah” kata Rio lirih.
“Yang sabar ya Yo! Tuhan pasti kasih anugerah dibalik semuanya” Alvin menepuk pundak sahabatnya. Mencoba memberikan kekuatan untuknya.
“Semoga aja, Vin”
Mario Stevano Aditya Haling adalah sosok laki-laki yang berusaha memberikan ketenangan untuk semua orang yang disayanginya, walau sebenarnya ia sangat rapuh. Di balik senyumnya ia menangis, di balik tawanya ia merintih, dan di balik ketegarannya ia hanyalah orang yang lemah, tak mampu berbuat apa-apa selain menyembunyikan ketidaksempurnaannya.
Sejak kecil Rio mengidap penyakit yang sangat menyedihkan. Penyakit yang menyerang organ jantungnya. Jantung Rio sangat lemah dan kronis. Sudah 13 tahun penyakit itu bersarang di tubuhnya. Dan selama 13 tahun itu pula Rio berperang melawan rasa sakit yang membuatnya tidak tahan untuk hidup lebih lama lagi.
Sudah berkali-kali Rio menyerah dengan hidupnya. Namun, Rio sadar ia masih belum mampu meninggalkan orang-orang yang begitu menyanyanginya.
Ayah, Mama, Acha, Alvin, dan Ify. Mereka adalah orang-orang yang membuat Rio berusaha untuk tetap hidup. Mereka adalah orang-orang yang sangat berarti untuknya. Dan karena mereka pula, Rio masih bersemangat selama ini.
Dokter sudah mengatakan bahwa kesempatan Rio untuk hidup sangatlah tipis. Rio tidak terkejut mendengar hal itu. Namun bagaimana dengan semua orang yang disayanginya? Ia tidak tega melihat mereka sedih.
Keluarga Rio dan Alvin sangat terpukul ketika mengetahui samuanya. Tapi semakin lama mereka juga semakin bisa menerima takdir yang digariskan Tuhan untuk Rio. Mereka sadar, tangis dan kesedihan mereka hanya membuat Rio semakin lemah dan terpukul. Saat ini yang dibutukhkan Rio adalah dukungan dan semangat dari mereka.
“Yo, Gue pulang dulu ya. Cepet sembuh” ujar Alvin akhirnya, setelah tadi ia menemani Rio selama kurang lebih 30 menits.
“Ya, thanks ya Vin” Alvin hanya mengangguk. Sejurus kemudian ia pergi meninggalkan Rio yang masih terbaring lemas di tempat tidur.
***
Sore ini, Acha mengajak Ify untuk bertemu di taman komplek. Mereka sudah duduk di bangku panjang. Tempat dimana Ify dan Rio sering menghabiskan waktu berdua setiap hari Minggu sore.
“Kenapa Cha kamu nyuruh Kakak kesini?” tanya Ify memulai pembicaraan.
“Hmm.. Ada yang mau Acha omongin Kak” jawab Acha.
Suasana sore itu terasa sangat dingin. Tapi Ify tidak merasakannya. Ia merasa sebaliknya, suasana begitu panas. Di tambah lagi ia merasakan ada hal yang tidak beres hari ini.
“Ngomong apa?” tanya Ify penasaran.
“Masalah Kak Rio, Kak” suara Acha terdengar gugup.
“Rio? Dia kenapa? Dia sudah balik ya dari Jakarta?” berondong Ify.
Ya, Acha memang sempat berbohong dengan Ify masalah Rio. Ia mengatakan bahwa Rio sedang menjenguk neneknya di Jakarta. Padahal saat itu Rio sedang tak sadarkan diri di rumah sakit.
Acha sudah pernah berjanji dengan kakaknya itu, bahwa Ify tidak boleh tau tentang penyakitnya. Dengan terpaksa Acha harus berbohong. Namun, Acha sudah lelah menutupi semuanya. Ify harus tahu yang sebenarnya. Karena itu, ia mengajak Ify bertemu di taman komplek.
“Kak Rio gak pergi ke Jakarta. Maaf Acha udah bohongin Kak Ify” kata Acha. Matanya sudah berair, namun belum sampai menetes.
“Maksud Kamu?” Ify mulai tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Acha.
“Kak Rio di rumah sakit. Kak Rio kritis selama 5 hari. Dan 4 hari yang lalu Kak Rio baru sadar. Kak Rio minta supaya Kak Ify jangan dikasih tau masalah penyakit Kak Rio. Kak Rio gak mau Kak Ify sedih” cerita Acha panjang lebar. Suara Acha terdengar lirih saat itu.
“Kata Dokter, penyakit Kak Rio sudah gak bisa disembuhin” lanjut Acha. Air mata sudah membanjiri pipi mulusnya.
Ify yang mendengarkan cerita Acha, hanya bisa diam terpaku. Ia tak habis pikir dengan kenyataan yang menyakitkan itu. Semua keganjalan hatinya terjawab sudah. Rio yang berubah selama ini ternyata karena penyakit yang dideritanya. Dan ucapan Rio yang sangat aneh akhir-akhir ini, menandakan bahwa ia benar-benar akan menghadapi kenyataan itu. Kenyataan mengenai kematian.
Ify sangat terkejut. Kakinya lemas, hatinya sangat perih mendengar semua itu. Dadanya sesak. Tanpa ia sadari, air matanya sudah mengalir.
“Rio.. Orang ngeselin itu punya penyakit? Orang yang sok itu bisa sakit?” Ify bergumam lirih.
Seakan memahami kepedihan hati Ify, Acha langsung memeluk Ify. Ify hanya diam tanpa membalas pelukan Acha. Tangannya seperti kaku untuk di gerakkan.
“Kak Ify, maafin Acha baru bilang semuanya sekarang” ujar Acha pelan masih dengan isakan tangis.
“Gak Cha. Bukan salah kamu kok. Ini semuanya salah abang kamu yang sok kuat itu. Kakak kamu ngeselin banget , Cha. Dia gak mau cerita sama kakak. Padahal kan kita temenan udah lama. Dia anggap kakak ini apa? Patung?” celoteh Ify kesal. Suaranya terdengar sangat bergetar.
Acha melepaskan pelukannya dan menatap mata Ify.
“Kak Ify....” belum sempat Acha melanjutkan ucapannya, Ify langsung memotongnya.
“Tolong bilang sama kakak Kamu. Kak Ify tunggu dia hari Minggu pagi di pondok” ucap Ify, ait matanya masih mengalir.
“Tapi kak....”
“Cha, Kakak pergi dulu. Salam buat Kak Rio”
Tanpa menunggu jawaban Acha, Ify langsung pergi. Hatinya sakit sekali. Ia lemah sekarang. Tanpa Rio ia seperti raga tak bernyawa. Rio sudah menghancurkan semua harapannya. Harapan yang tidak akan bisa untuk diraih lagi.
***
Hari ini tepat hari Minggu. Ify sudah berada di pondok kecil, tempat dimana ia sering menghabiskan waktu dengan Rio. Setelah 30 menit menunggu dengan sabar, akhirnya orang yang diharapkannya pun datang.
Rio datang dengan menaiki sepeda. Hari ini Rio tidak terlihat seperti orang sakit. Ia sangat sehat. Apa yang dikatakan Acha tidak benar. Rio sakit? Tapi keadaannya sekarang tidak begitu. Rio tidak terlihat sakit atau semacamnya. Ify berharap semoga yang dikatakan Acha minggu lalu sama sekali tidak benar.
“Hai Fy? Udah lama?” tanya Rio.
“Lumayan lama” jawab Ify singkat.
“Kok jutek gitu?” tanya Rio lagi.
“Menurut Lo?” Ify balik bertanya.
“Hmm.. Masalah penyakit? Gak usah di bahas sekarang deh. Mending kita main” ajak Rio.
Ify yang mendengar ajakan Rio tadi, langsung melotot.
“Main?” tanya Ify bingung. Rio mengangguk.
“Tapi kan Lo....” ucapan Ify terpotong.
“Kan udah di bilang, masalah penyakit ntar aja di omonginnya” ujar Rio gemas.
“Terus kita mau main apa?” tanya Ify lagi.
“Kita keliling pakai sepeda aja. Gue yang boncengin Lo deh”
Akhirnya Ify dan Rio berjalan menggunakan sepeda. Mereka berkeliling komplek. Rio benar-benar tidak terlihat seperti orang sakit. Bahkan Rio selalu mengajak Ify bercanda selama di perjalanan. Ify pun tak bisa menahan tawanya. Mereka sangat menikmati pagi itu.
Selesai besepeda, Rio mengajak Ify ke danau yang letaknya dekat dengan taman komplek. Ify pun menurut. Sesampainya di danau, Rio dan Ify menyewa perahu. Mereka berdua mendayung perahu itu bersama. Sambil mendayung, mereka mengobrol dan bercanda satu sama lain. Suasana siang itu pun terasa sangat menyenangkan.
Setelah 1 jam berada di perahu, Rio langsung mengajak Ify ke bukit. Di bukit itu mereka kembali asik dengan canda dan tawa. Mereka berlarian kesana kemari, bermain kejar-kejaran, dan bernyanyi bersama. Ify sampai lupa beberapa minggu yang lalu saat Rio kesakitan ketika bermain kejar-kejaran dengannya. Tapi hari ini Rio tidak kesakitan seperti waktu itu. Dan Ify semakin yakin, semua yang dikatakan Acha salah besar. Rio baik-baik saja. Bahkan sangat baik. Ify sangat bersyukur karena semua itu.
“Yo, harinya ujan nih. Neduh dulu yuk disana!” Ify menunjuk bangku panjang yang beratapkan seperti jamur.
Setelah mereka duduk, Rio langsung melepaskan jaketnya dan memberikannya ke Ify.
“Loh? Buat apa Yo?” tanya Ify bingung.
“Pake! Harinya dingin” jawab Rio singkat.
Ify hanya mengangguk dan segera mengenakan jaket Rio.
Suasana hening. Hanya terdengar bunyi hujan yang menapaki tanah.
“Fy, jam berapa sekarang?”tanya Rio kepada Ify.
“Jam 5 Yo” jawab Ify setelah melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
“Uhuk.. Uhuk !!” suara batuk Rio yang terdengar serak memecah keheningan sore itu.
“Kenapa Yo?”
“Gak kok. Cuma batuk” jawab Rio sambil tersenyum.
Ify merasa bibir Rio sekarang pucat tidak seperti tadi.
“Hmmm.. Fy?” panggil Rio.
“Ya? Kenapa Yo?” sahut Ify.
“Masalah penyakit, Kamu masih mau denger?” tanya Rio.
‘Sejak kapan Rio ngomong pake “Kamu”?” pikir Ify bingung.
“Penyakit? Lo gak lagi sakit kan?” Ify balik bertanya. Perasaannya mulai takut.
“Wah, ternyata obat dari Dokter Bayu bener-bener manjur. Hebat ya!” Rio malah bercerita tak jelas sambil tersenyum.
“Obat? Dari Dokter Bayu? Maksud Lo apa Yo?” Ify mulai bingung.
“Ya, Dokter Bayu kasih Aku obat supaya Aku bisa kuat hari ini. Meskipun Cuma untuk hari ini. Soalnya dosis obat itu gede banget! Karna Aku mau ketemu Kamu, jadinya Aku paksa-paksa tuh Dokter supaya mau kasih obatnya. Padahal mama, ayah, sudah ngelarang keras. Tapi Cuma ini satu-satunya cara buat bisa ketemu dan main sama Kamu” terang Rio sambil sesekali tertawa kecil. Meskipun tawanya tidak terdengar seperti biasa.
Ify yang mendengarkan penjelasan Rio langsung mengusap matanya yang sudah mulai berair. Ternyata apa yang Ify pikirkan salah. Rio benar-benar sedang sakit. Ify takut kalau hari ini merupakan hari terakhirnya bertemu dengan Rio. Ify tidak akan sanggup.
“Fy, kok diem?” panggil Rio sambil mengangkat dagu Ify yang tertunduk.
“Kamu nangis Fy?” tanya Rio lagi.
“Lepasin, Yo!” Ify berkata lirih sambil menepis tangan Rio.
“Lo tuh tega, Yo. Gue sudah seneng banget hari ini. Gue pikir Lo itu sembuh. Bahkan Gue pikir Lo sama sekali gak sakit” ucapan Ify terputus. Ia menarik nafas sejenak untuk melanjutkan ucapannya.
“Tapi ternyata salah. Salah besar. Gue kecewa sama Lo. Kenapa Lo gak bilang dari tadi? Kalo Gue tau, Gue gak akan mau diajak jalan sama Lo!” lanjut Ify sambil menatap ke arah Rio yang sedang menyenderkan tangannya ke atas paha sembari menatap ke tanah.
“Justru itu. Kalo Aku bilang, Kamu pasti nolak. Dan Aku gak mau usahaku sia-sia setelah minum obat dari Dokter Bayu” timpal Rio.
“Tapi, Yo...” Ify tidak sanggup melanjutkan ucapannya. Ia sedang berusaha menahan air matanya agar tidak menetes.
“Ify, pasti Acha udah ceritakan tentang penyakit itu. Maaf Fy, kamu harus denger dari orang lain. Karena aku emang gak sanggup buat kasih tau semuanya” tatapan Rio masih belum beranjak dari tanah di hadapannya.
Ify hanya diam menunggu ucapan Rio selanjutnya. Ia tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Ia takut akan menangis kalau ia berbicara lebih banyak lagi.
“Penyakit yang menyerang jantung itu ternyata menyiksa banget, Fy.. dan beruntung Tuhan masih bersedia kasih Aku kekuatan selama 13 tahun. Dan sampai sekarang aku bisa duduk sama kamu juga karna kekuatan yang Dia kasih. Meskipun mungkin kekuatan itu Cuma sampai hari ini”
‘Rio, Please. Jangan bilang kayak gitu. Gue takut, Yo. Takut!’ jerit Ify dalam hati.
“Dokter bilang jantung Aku kronis. Penyakitnya pun gak jelas apa namanya. Padahal sudah hampir berpuluh-puluh kali Dokter kasih tau nama penyakitnya ke aku. Tapi satu detikpun aku gak bisa inget namanya. Ribet buat nyebutinnya. Cardiovas apalah itu. Kalau kamu mau tau, mending tanya aja sama Dokter Bayu” Rio terkekeh.
Ify tidak menanggapi candaan Rio. Ia masih sibuk mengatur nafasnya yang begitu sesak setiap mendengar ucapan Rio yang semakin lama semakin serak terdengar di telinganya.
“Maaf ya Fy, aku selalu bohong sama Kamu. Aku selalu nolak setiap kamu ajak lari pagi hari Minggu. Dan alasanku pasti bilang mau ke Gereja. Semuanya gak bener. Setiap Minggu pagi aku ada jadwal buat Therapy di rumah sakit” Rio berkata apa adanya.
Ify yang kaget dan marah mendengar pengakuan Rio itu, hanya mampu diam. Tak mampu memarahi sosok Rio saat ini.
“Ify, kamu orang yang bikin aku tetap bertahan sama penyakit ini setelah ada ayah, mama, Acha, dan Alvin”
Ify menoleh menatap Rio. Tapi Rio yang ditatapnya masih tidak beranjak, ia tetap menatap ke bawah.
‘Ada apa sih di bawah sana, Yo? Apa kamu lagi liat malaikat? Apa malaikat lebih mau kamu liat, ketimbang aku yang bakal kamu tinggalin sekarang?’ batin Ify sesak.
“Uhuk.. Uhuk.. Uhuk” batuk Rio terdengar lebih keras dan serak dari yang tadi. Bahkan suaranya menandingi suara hujan yang turun saat itu.
“Rio...” panggil Ify lirih.
Ify berniat memberikan sapu tangannya ke Rio, tapi Rio menolaknya.
“Gak, Fy. Sapu tangan kamu nanti kotor” balas Rio.
Suara batuk Rio terdengar lagi. Bahkan semakin keras. Ify ingin membantunya, tapi apa yang bisa ia lakukan untuk Rio.
Rio menutupi mulutnya dengan tangan. Setelah merasa baikan, Rio menjauhkan tangannya, dan meliriknya sekilas.
‘Darah? Sial, jangan sekarang Tuhan, aku mohon’ batin Rio menjerit.
Ify yang melihat tangan Rio penuh darah langsung mendekatinya.
“Rio! Darah!” seru Ify panik.
Dengan cepat Ify merogoh kantong celanya untuk mengambil sapu tangan. Tanpa rasa jijik sedikitpun, Ify membersihkan tangan Rio yang penuh oleh darah.
“Ify, sapu tangan kamu kotor!” kata Rio yang kaget Ify memegang tangannya dan membersihkan darahnya.
“Gak apa-apa Yo” jawab Ify singkat.
Setelah darah di tangan Rio benar-benar bersih, dan Rio juga sudah tidak batuk-batuk lagi, Ify langsung memeluk Rio.
“Rio..Aku mohon jangan pernah lakuin hal kayak gini lagi..” suara Ify terdengar serak. Air matanya mengalir mulus di pipinya.
“Kamu anggap aku ini apa Yo? Kenapa kamu baru kasih tau semuanya sekarang? Kenapa kamu gak kasih aku kesempatan buat kasih yang terbaik untuk kamu?” pelukan Ify makin erat. Rio tidak kuasa membalasnya. Ia biarkan perempuan cantik ini mengeluarkan segala unek-unek hatinya.
“Aku juga mau ngerasain sakit yang kamu rasain. Tapi kamu gak pernah mau bagi rasa sakitnya ke aku. Kita ini sahabat Yo! Harus saling berbagi kan?” tanya Ify lirih. Air matanya masih terus mengalir.
Rio melepaskan pelukan Ify perlahan, kemudian menatap lurus ke dalam mata bening Ify yang basah.
“Kamu sudah kasih aku yang terbaik, Fy. Kehadiran kamu di samping aku itu udah lebih dari cukup. Thanks ya Fy” kata Rio. nada suaranya mulai lemah.
Ify tak kuasa menatap mata Rio yang seakan sedang menahan matanya agar tidak tertutup rapat.
“Errrrggggghhh..!” Rio mengerang keras sambil memegangi dadanya.
“Rio!!! Kenapa? Yang mana yang sakit Yo?” tanya Ify panik.
“Disini Fy.... Sakit banget!” erang Rio lemas.
Ify langsung memegang dada Rio tepat di atas tangan Rio. Ify merasakan tangan Rio begitu dingin. Dingin sekali.
“Gimana Yo? Udah lebih baik?” tanya Ify khawatir.
Rio bukannya menjawab, malah menggerakkan tangannya yang lain ke tangan Ify yang tepat berada di atas tangannya yang tadi berada di dadanya.
“Malah lebih parah Fy. Jantung aku makin ngejerit-jerit. Kamu bisa ngerasain kan detakannya yang cepet banget?” tanya Rio sambil menatap mata Ify.
Ify hanya mengangguk.
Benar kata Rio, jantungnya malah berdetak cepat sekali.
“Kamu tau apa maksudnya?” tanya Rio lagi, suaranya semakin lemah. Ify menggeleng.
“Aku cinta kamu Fy” ucapan Rio yang pelan seakan menusuk hati Ify sampai ke dalam.
‘Kenapa kamu baru bilang itu sekarang? Kenapa? Apa ini kenangan terakhir dari Kamu, Yo? Aku gak sanggup. Bener-bener gak sanggup’ batin Ify sedihIfy tidak sanggup menatap mata Rio lagi. Ify tak kuasa membiarkan tangannya terus berada di dada Rio yang sekarang berdetak semakin lemah.
“Rio, kamu cape?” tanya Ify mengalihkan perhatian.
“Banget Fy” Suara Rio hampir tak terdengar.
“Kita pulang yuk! Mumpung hujan sudah reda” ajak Ify.
“Gak Fy, aku mau disini. Kita lihat pelangi dulu. Bukannya kamu bilang gak mau liat pelangi tanpa aku? Sebelum semua itu bener-bener terjadi, aku mau liat pelangi sama kamu. Aku yakin pelangi yang muncul hari ini akan jadi pelangi paling indah dalam hidupku juga hidup kamu” Rio berkata seperti sedang berbisik. Tatapannya lemah tak berdaya.
Ify merasakan ucapan Rio adalah ucapan perpisahan. Ify juga merasakan hawa tak enak mulai menderanya.
‘Apa bener orang di sampingku ini Rio? Bener-bener berbeda dari Rio yang dulu bahkan jauh berbeda dari Rio yang tadi pagi. Tuhan, jangan sekarang aku mohon’ batin Ify.
“Rio, kalau kamu cape, kamu boleh sanderan di bahu aku” kata Ify sambil memandang Rio sedih.
Rio tidak menjawab. Mungkin karena suaranya sudah benar-benar habis. Rio langsung bersandar di bahu kanan Ify.
“Fy?” panggil Rio pelan.
“Kenapa Yo?”
“Kamu gak mau.... bilang....apapun ke aku?” suara Rio terputus-putus.
“Kamu mau aku bilang apa? Aku pasti bilang sekarang juga”
“Boleh aku minta kamu bilang I LOVE YOU buat aku?” pinta Rio lagi. Ucapannya terdengar lancar, tidak seperti tadi. Meskipun masih dengan suaranya yang lirih dan pelan.
Ify mengangguk.
“MARIO STEVANO ADITYA HALING, AKU CINTA KAMU. I LOVE YOU, RIO” Ify berkata tulus dari dalam hatinya. Dan ia berharap semoga Rio bisa memahami ketulusan dari ucapannya.
“Makasih Alyssa. Ucapan itu... ucapan terindah ...dalam hidupku” Rio tersenyum getir di bahu Ify.
“Mau denger aku nyanyi Yo?” tawar Ify kepada Rio yang sedang memejamkan matanya.
“Mau Fy!” balas Rio masih dengan mata terpejam.Suara Ify melemah. Tangan Rio jatuh tak berdaya di bangku. Ia menatap Rio yang sedang tidur di bahunya, bibir Rio pucat, badannya terasa begitu ringan dan lemas. Ify menangis pelan. Seakan tidak mau Rio terganggu dan terbangun karenanya.
“Rio.. Mario.. Pelanginya sudah muncul. Pelangi yang kamu tunggu sudah ada di langit” ucap Ify sambil tetap menangis.
“Rio! katanya kamu mau liat pelangi sama aku? Itu sudah muncul, Yo!” ucap Ify lagi. Meskipun ia tahu semua itu tidak ada gunanya, tapi Ify tetap berharap Rio bangun dan menatap pelangi itu bersama-sama.
“Aku Cinta Kamu, Mario” kata Ify lirih sambil mengenggam tangan Rio yang sudah mulai kaku dan dingin.
***
Pemakaman Rio berjalan lancar dan khidmat. Semua yang berada disana terlihat begitu sedih dan terpukul. Mama Rio belum berhenti menangis di pelukan ayah Rio.
Ify yang juga merasa terpukul hanya mampu menyandarkan kepalanya di bahu Shilla sambil menangis.
“Ify, yang tabah ya” ujar Shilla seraya mengusap lembut punggung Ify.
“Fy, ini pemberian dari Rio buat Lo. Dan Rio mau Lo buka tepat di hari pemakamannya” kata Alvin seraya memberikan surat untuk Ify.
Ify menerimanya. Lalu membukanya perlahan.
KEEP SMILE MY ALYSSA
TETAP TERSENYUM
MAKASIH BUAT WAKTUNYA KEMARIN
AKU SENENG BANGET
MAAF GAK BISA NEMENIN KAMU LIAT PELANGI UNTUK YANG TERAKHIR KALINYA
TAPI KAMU GAK PERLU TAKUT,
AKU SELALU ADA NEMENIN KAMU LIAT PELANGI DARI ATAS SANA
MUNGKIN CUMA ITU KENANGAN TERAKHIR DARI AKU, MAAF KALAU KENANGAN ITU MENYAKITKAN UNTUK KAMU.
I LOVE YOU, IFY
Ify mengernyitkan dahinya setelah selesai membaca tulisan tangan Rio barusan.
“Vin, kapan Rio kasih suratnya?” tanya Ify langsung.
“Malam Minggu, sebelum besoknya dia ketemu Lo, Fy. Kenapa?”
“Oh, gak apa-apa. Thanks ya Vin” balas Ify.
‘Rio, aku gak peduli kapan kamu nulis surat ini. Yang pasti aku percaya, kamu selalu ada di setiap tarikan dan hembusan nafasku. I LOVE YOU TOO, RIO’ batin Ify.
kereeeeennnnn bingiitttsssssss :*
ReplyDelete